بسم الله الرحمن الرحيم
Segala puji bagi
Allah subhanahu wa ta'ala, semoga shalawat serta salam selalu
tercurahkan kepada nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam.
Pernahkah
terlintas dalam benak kita tentang hakekat
tujuan Allah subhanahu wa ta'ala menciptakan manusia? Mungkin
sebagian kita tahu akan tetapi lupa, mungkin pula ada yang benar benar tidak tahu. Dan bahkan ada
saja orang yang tidak mau tahu apa sebab ia diciptakan. Padahal, Allah subhanahu
wa ta'ala telah mengabarkan kepada
kita tujuan sebenarnya Dia – Yang Maha Kuasa – menciptakan manusia, yaitu hanya
untuk memurnikan ibadah hanya kepada-Nya. Dalam surat Adz-Dzariyat ayat 56 Allah
subhanahu wa ta'ala berfirman:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
"Dan tidaklah Aku menciptakan dari golongan jin dan manusia
kecuali hanya untuk menyembah kepadaKu."
Dalam ayat
tersebut Allah subhanahu wa ta'ala menekankan bahwasanya Allah
menciptakan manusia dan jin hanya untuk
beribadah. Dan ibadah tersebut hanya dikhususkan kepada Allah semata. Tidak
sampai disitu, Allah subhanahu wa ta'ala tidak membiarkan kita
kebingungan dan bertanya-tanya atau bahkan membuat-buat bagaimana cara
menyembahnya. Akan tetapi Allah juga
mengutus para Rasul untuk menjelaskan bagaimana ibadah yang Allah maksudkan. Karena
Allah yang memerintahkan, maka sudah barang tentu hanya Allah sajalah yang berhak menentukan apa dan
bagaimana ibadah yang Dia sukai bagi kita dalam menyembahnya. Allah subhanahu
wa ta'ala berfirman dalam surat An-Nahl ayat 36:
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
"Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada setiap
umat (untuk menyerukan): Beribadahlah kepada Allah (saja) dan jauhilah thaghut."
Dalam ayat ini
kita dapati bahwa seruan untuk menyembah hanya kepada Allah saja adalah
dakwahnya para nabi dan rasul, lalu apakah dapat dinalar ketika kita diperintahkan
untuk beribadah kita tidak diberitahu bagaimana cara beribadah?
Makna ibadah
Ibadah ialah
penghambaan diri kepada Allah Ta'ala yang disertai dengan kecintaan dan pengagungan, dengan
mentaati segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya, sesuai dengan
syariat yang telah disampaikan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam. Inilah hakekat agama Islam, karena Islam maknanya ialah penyerahan
diri kepada Allah semata yang disertai dengan kepatuhan mutlak kepada-Nya
dengan penuh rasa rendah diri dan kecintaan.
Ibadah juga dapat
diartikan segala perkataan dan perbuatan, baik yang tampak maupun yang batin,
yang dicintai dan diridhai oleh Allah subhanahu wa ta'ala.[1]
Pengertian ibadah
di atas menjelaskan bahwasanya ibadah tidak hanya terbatas pada rukun Islam
saja seperti shalat, zakat, puasa dan haji. Akan tetapi bisa mencakup seluruh
aspek perbuatan manusia, selama perbuatan tersebut memenuhi dua syarat
diterimanya sebuah amal ibadah:
[1] Ikhlas, yaitu
menjadikan ibadah tersebut murni hanya ditujukan kepada Allah semata.
Sebagaimana
firman Allah subhanahu wa ta'ala:
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ
"Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah
Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang
lurus." (QS. Al-Bayyinah: 5).
Maksudnya adalah
ketika seorang hamba meniatkan segala bentuk
amalnya, perkataan, perbuatan, ketaatan, kecintaan, maupun rasa bencinya murni karena Allah semata, maka akan saat itulah
semua itu menjadi sebuah ibadah baginya.
[2] Mengikuti
petunjuk Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dalam beribadah.
Dalam surat Al-Ahzab
ayat 21 Allah subhanahu wata'ala berfirman:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan
yang baik bagimu.”
Imam Ibnu Katsir rahimahullah menafsirkan bahwasanya ayat ini merupakan asas terbesar
dalam kewajiban mengikuti Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, baik
perkataan, perbuatan maupun seluruh tingkah lakunya.
Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
مَنْ أَحْدَثَ فِيْ أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
“Barang siapa yang mengada-adakan suatu perbuatan yang baru
dalam agama ini yang belum pernah diperintahkan sebelumnya maka amalan itu
tertolak.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Perlu diketahui bahwasanya kedua syarat di atas harus terpenuhi semuanya
dan tidak boleh kurang salah satunya. Apabila amalan tersebut ikhlas saja
tetapi tidak sesuai dengan petunjuk Nabi maka amalan tersebut tidak diterima. Begitu
pula sebaliknya, apabila amal tersebut telah sesuai petunjuk dari Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam tapi tidak diikhlaskan kepada Allah maka tidak diterima,
sampai ia memenuhi kedua syarat tersebut.
Semoga Allah subhanahu wa ta'ala menjadikan kita hamba-Nya
yang diberi kemudahan untuk selalu
mengikhlaskan ibadah hanya kepada-Nya dan termasuk golongan orang-orang yang
berpegang teguh diatas sunnah Nabi-Nya. Amin.
Wallahu a'lam.
Maulana 'Abdul 'Aziz
0 komentar:
Posting Komentar