Mengenal Nabi Lebih Dekat

24 Oktober 2014

Catatan Awal Tahun

Oleh : Aan Chandra Thalib*
Sahabat... 
Hari ini tanggal 1 Muharram 1436 H
Sangat disayangkan jika tak ada yg berubah pada hari-hari yg kita lalui kecuali tanggalnya saja
Ibnu Mas'ud radhiyallahu anhu berkata:
"Tiada hari yang lebih aku sesali selain hari dimana mataharinya tenggelam dihari itu, umurku berkurang dan amalku tidak bertambah"
Al Hasan berkata:
"Manusia akan senantiasa dlm kebaikan selama masih ada penasehat dlm hatinya, dan muhasabah selalu menjadi perhatiaannya".
Ibnu Taimiyah berpesan:
“Hendaknya setiap hamba memiliki waktu dimana dia menyendiri di dalamnya dengan do’a, dzikir,shalat, tafakkur, dan melakukan muhasabah terhadap dirinya serta memperbaiki kondisi hatinya.”(Majmu’ul fataawa Jilid:10)
Ibnul Qoyyim Al Jauziyah mengingatkan:
"Sejak diciptakan, manusia selamanya akan terus menjadi musafir. Tidak ada batas akhir perjalanan mereka kecuali surga atau neraka."
(Ibnul Qoyyim Al Jauziyah dalam Al Fawaaid hal: 400)
Ungkapan-ungkapan diatas semakna dengan hadits yang diriwayatkan dari sahabat Ibnu Umar Radhiyallahu anhu:
“ Suatu ketika Rasulullah shallallahu alaihi wasallam memegang pundakku dan berkata:
”Jadilah engkau di dunia ini seperti orang asing atau pengembara.”
Ibnu Umar berkata: ”Jika engkau berada di sore hari, maka jangan menunggu pagi tiba. Dan jika engkau berada di pagi hari, maka jangan menunggu sore tiba, pergunakan masa sehatmu untuk masa sakitmu, dan kehidupanmu untuk kematianmu.”(HR. Bukhari)
Dalam khutbahnya pada akhir Dzulhijjah 1434 H yang lalu DR. Husain Alu Syaikh mengatakan:
"Bagi orang yg beriman brgantinya masa, berarti bertambahnya ketakwaan dan ketaatan kepada Allah".
Berusahalah untuk jadi lebih baik disisa waktu yang ada..
Karena hidup terlalu mahal untuk dibiarkan mengalir seperti air....
Baarakallahu fiikum
------------
Madinah 1 Muharram 1436 H

*Penulis sedang duduk di bangku kuliah fakultas Syariah semester 8 di Universitas Islam Madinah

23 Oktober 2014

Sejarah Ringkas Pembukuan Hadits

Oleh : Abu Hurairoh*


Tidak diragukan lagi, Bahwa Alquran dan hadits merupakan sumber hukum yang terus berlaku untuk umat islam sejak diutusnya nabi mulia Muhammad shallallahu alaih wasallam hingga akhir zaman kelak. Oleh karena itu, Allah telah menjamin akan memelihara Alquran, murni seperti tatkala Alquran itu diturunkan. Hal ini telah ditegaskan dalam firman-Nya,"Sesungguhnya Kami yang menurunkan Adz-Dzikr dan pasti Kami  yang memeliharanya." (Al Hijr : 9)

Dalam tema ini ada point penting yang perlu diketahui oleh setiap muslim. Yaitu, Sebagaimana Allah Ta’alamemelihara kemurnian Alquran, Allah juga akan memelihara hadits-hadits nabi shallallahu alaih wasallam yang sejatinya adalah penjelas dari ayat-ayat Alquran. Hal ini sesuai dengan firmanNya (yang berarti),"Dan Kami turunkan Adz-Dzikr kepadamu, agar engkau menerangkan kepada manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan agar mereka memikirkan." (An-Nahl : 44)

 Mungkin hati kita akan berbisik, bagaimanakah cara Allah Ta’ala memelihara hadits-hadits? Jawabannya, di antara bentuk pemeliharaan Allah Ta’ala terhadap hadits-hadits nabi adalah senantiasa menghidupkan orang-orang yang akan menghafalkannya di dalam dada-dada mereka, menyingkap kedustaan-kedustaan para pemalsu hadits dan menulis hadits-hadits itu dalam karya-karya hebat mereka serta membawakan sanad-sanadnya yang merupakan pondasi utama sebuah hadits.

Kemudian bagaimanakah upaya pembukuan hadits nabawi bermula? Mari kita pelajari secara ringkas dalam tulisan ini.

Alangkah besarnya Perhatian sahabat, tabi’in dan tabi’ut tabi’in terhadap hadits-hadits yang keluar dari lisan suci, lisan yang tak bercampur dengan hawa nafsu, lisan yang tak berucap melainkan hanya kebenaran, lisan yang selalu dibimbing oleh wahyu ilahi. Itulah lisan baginda Muhammad -shallallahu alaih wasallam-.

Masing-masing dari generasi memiliki bentuk perhatian yang beranekaragam sesuai dengan sarana yang tersedia tatkala itu. Dengan segala upaya mereka mengumpulkan hadits-hadits nabawi, lalu menyampaikannya kepada umat islam yang hidup setelah mereka, dalam rangka mengamalkan sabda nabi agung shallallahu alaih wasallam, "hendaknya yang hadir menyampaikan kepada yang tidak hadir." Demikian Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkannya dalam kitab Shahih mereka.

 Kemudian berikut ini paparan ringkas seputar fase-fase pembukuan hadits:
A.     Pembukuan Hadits di Masa Sahabat

Mereka adalah hamba-hamba pilihan Rabb, sebaik-baik umat pasca wafatnya nabi Muhammad shallallahu alaih wasallam, penerus estafet dakwah yang selalu gigih dalam menyebarkan sunah-sunahsang nabi. Mereka adalah sahabat, umat yang amat rajin menulis sabda-sabda mulia setelah beliau pergi menuju kehidupan baru.

Di masa hidupnya, beberapa nama terkenal menjadi penulis wahyu, seperti,  Zaid bin Tsabit, Muawiyah dan lain-lain. Beliau senantiasa meminta mereka untuk menuliskan ayat-ayat Alquran yang baru saja diwahyukan kepadanya. Namun, tidak demikian dengan hadits-hadits nabawi. Karena beliau tidak mengizinkan para sahabat untuk menulis hadits-hadits itu. Sebab, dikhawatirkan akan tercampur baur antara ayat-ayat Alquran dan hadits-hadits.jangan kalian tulis apapun dariku selain Alquran. Barangsiapa yang menulis dariku selain Alquran, hendaknya dia menghapusnya.”(Muslim : 7510) Demikian tegas beliau. 

Sebagian ulama, Al-Khatib Al-Baghdadi misalnya, dalam kitabnya Taqyidul Ilmi juga menyebutkan alasan lain, yaitu dikhawatirkan umat islam ketika itu tersibukan dari Alquran karena adanya buku-buku tersebut. Dan upaya untuk menjaga kemampuan daya ingat kaum muslimin serta tidak bergantung pada buku, sebab akan melemahkan daya ingat seseorang.
Meski demikian, rasulullahu shallallahu alaih wasallam mengizinkan segelintir sahabat untuk menulis sabda-sabdanya. Seperti Abdullah bin Amr bin ‘Ash, sebagaimana yang tercantum dalam Sunan Abu Dawud (3646),tulislah, demi Dzat yang jiwaku berada di tanganNya, tidak ada yang keluar dariku melainkan kebenaran,” demikian perintah beliau kepada Abdullah. Maka Abdullah bin Amr mulai mencatat sabda-sabda nabi dalam lembaran-lembaran miliknya. Kumpulan hadits itupun dikenal dengan Ash-Shahifah As-Shadiqah.  Adapun alasan  diizinkannya Abdullah bin Amr adalah karena beliau pintar dalam hal membaca dan menulis. Tidak sebagaimana kondisi sebagian besar masyarakat arab tatkala itu (sebagian besar mereka ummy/tidak membaca dan menulis).

Adapun pasca wafatnya baginda rasul shallallahu alaih wasallam, para sahabat banyak menulis hadits-hadits kemudian menghimpunnya dalam  lembaran-lembaran. Bahkan mereka memotivasi para murid untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan mulia tersebut.

B.      Pembukuan Hadits di Masa Tabi’in

Generasi ini merupakan generasi terbaik setelah berakhirnya kehidupan generasi awal. Mereka banyak menimba ilmu dari guru-guru mulia (sahabat) dan mengikuti jejak mereka dalam mengumpulkan ilmu-ilmu yang bersumber dari lisan suci sang Nabi shallallahu alaiah wasallam. Dalam kesempatan ini, cara yang mereka tempuh adalah meneliti periwayatan hadits-hadits, menulisnya dalam shahifah, seperti shahifah said bin Jubair.

Demikian pula buah dari peran serta sumbangsih yang diberikan oleh khalifah Umar bin Abdul Aziz dan ibnu Syihab Az-Zuhri dalam rangka menghimpun hadits-hadits nabi. Ibnu Syihab menuturkan,”Umar bin Abdul Aziz memerintahku untuk mengumpulkan hadits-hadits. Maka akupun menulisnya dalam beberapa buku. Kemudian dikirimkan sebuah buku untuk setiap negara yang memiliki pemimpin.” Ibnu Abdul Barr dalam Jami’ Bayanil Ilmi wa Fadhlihi menukil riwayat dari imam Malik bahwa beliau berkomentar tentang usaha ini,”Ibnu Syihab adalah Orang yang pertama kali menghimpun ilmu dalam sebuah buku.”

C.      Pembukuan Hadits pada Masa Tabi’ut Tabi’in

Untuk generasi ini, pengumpulan hadits-hadits nabawi lebih beraneka ragam. Ketika di masa sahabat dan tabi’in hanya sekadar menghimpun hadits-hadits dalam sebuah shahifah tanpa disusun dalam bab-bab tertentu, maka untuk generasi ini tidak. Mereka berupaya mengumpulkan hadits-hadits dalam sebuah karya yang memuat sejumlah bab. 

 Muwatha’ karya imam Malik misalnya, memuat ratusan hadits yang dicakup dalam beberapa bab. Atau mengarang kitab yang diberi judul zuhud dengan menghimpun hadits-hadits seputar zuhud, lalu mencamtumkan hadits-hadits itu dalam sebuah kitab. Seperti kitab Zuhud  karya imam ibnul Mubarak.

D.      Pembukuan Hadits Setelah Masa Tabi’ut Tabi’in

Masa yang penuh dengan karya monumental. Mungkin pujian itu yang bisa kita berikan untuk generasi ini. Mengapa? Ya, karena pada masa ini begitu banyak imam-imam terkenal yang telah mewariskan karya besarnya kepada umat islam, seperti KutubussittahMusnad imam Ahmad, dan lain-lain.

Diantara keistimewaan karya-karya ulama pada zaman ini, sebagiannya mengkhususkan hadits-hadits nabi tanpa nukilan fatwa-fatwa sahabat dan tabi’in. Juga lebih beraneka ragam dari generasi-generasi sebelumnya. Sebagaimana Muncul karya-karya yang hanya menghimpun hadits-hadits sahih saja, seperti Shahih Bukhari danShahih  Muslim. kitab-kitab hadits yang disusun sesuai nama-nama para sahabat, seperti Musnad Imam Ahmad bin Hanbal. Dan karya-karya lain yang tak terhitung jumlahnya. 

Demikian sekilas sejarah para ulama dalam mengumpulkan hadits-hadits nabi dengan fase yang panjang lagi sulit. Dinukil dengan sanad-sanad para ahli, agar bisa sampai kepada kita. Sehingga dengan mudahnya kita menemukan hadits-hadits nabawi dalam karya-karya agung tersebut. Semoga Allah membalas usaha mereka dengan surga firdaus. Amin.

Referensi :

1.       Muqaddimah Shahih Bukhari, Muassasah Risalah Nasyirun, 1433 H
2.       Taqyidul ilmi, Darul Istiqamah, 1429 H
3.       Tadwinus Sunnah An-Nabawiyah, Maktabah Darul Minhaj, cet. IV 1433 H

*Mahasiswa Fakultas Hadits Semester 5 Universitas Islam Madinah, Saudi Arabia

               

Sejarah Penetapan Penanggalan Hijriyah

Oleh : Ahmad Anshori*

Kalender hijriyah adalah penanggalan Islam yang menjadi acuan dalam hukum-hukum Syariat. Seperti haji, puasa, haul zakat, 'idah thalaq dan lain sebagainya. Dengan menjadikan hilal sebagai acuan awal bulan. Sebagaimana disinggung dalam firman Allah ta'ala

يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْأَهِلَّةِ ۖ قُلْ هِيَ مَوَاقِيتُ لِلنَّاسِ وَالْحَجِّ ۗ َ

Orang-orang bertanya kepadamu tentang hilal. Wahai Nabi Muhammad katakanlah: "Hilal itu adalah tanda waktu"untuk kepentingan manusia dan bagi haji."(QS. Al-Baqarah: 189)

Sebelum penanggalan hijriyah ditetapkan, masyarakat Arab dahulu menjadikan peristiwa-peristiwa besar sebagai acuan tahun. Sebut saja "Tahun renovasi Ka’bah", disebut demikian karena pada tahun tersebut, Ka’bah direnovasi ulang akibat banjir. "Tahun fijar", karena saat itu terjadi perang fijar. "Tahun fiil" (gajah), karena saat itu terjadi penyerbuan Ka'bah oleh pasukan bergajah. Oleh karena itu kita mengenal tahun kelahiran Rasulullah -shallallahu'alaihi wasallam- dengan istilah tahun fiil/tahun gajah. Terkadang mereka juga menggunakan tahun kematian seorang tokoh sebagai patokan, misal 7 tahun sepeninggal Ka’ab bin Luai." Untuk acuan bulan, mereka menggunakan sistem bulan qomariyah (penetapan awal bulan berdasarkan fase-fase bulan). Sistem penanggalan seperti ini berlanjut sampai ke masa Rasulullah -shallallahu'alaihiwasallam- dan khalifah Abu Bakr Ash-Sidiq -radhiyallahu'anhu-. Barulah di masa khalifah Umar bin Khatab radhiyallahu'anhu, ditetapkan kalender hijriyah yang menjadi pedoman penanggalan bagi kaum muslimin.

19 Oktober 2014

Gambar Rancangan Perluasan Masjid Nabawi

Oleh : Aan Chandra Thalib*

Tahukah Anda? Gambar-gambar di bawah ini adalah rancangan yang telah dipersiapkan pemerintah untuk proyek perluasan masjid Nabawi

Perhatikan posisi makam Rasulullah, tidak dipindah sama sekali.
Pemerintah kerajaan hanya punya dua pilihan, yaitu memperluas ke arah utara atau selatan dengan sedikit kearah timur dan barat tanpa menyentuh makam Rasulullah shallallahu alaihi wasallam sama sekali. 

Untuk perluasan yang mencapai 4 kali lipat dari perluasan sebelumnya itu pemerintah Kerajaan telah menyiapkan 4 miliar reyal saudi.

Sumber: Alriyadh.com dan surat kabar Al Madinah (08/10/2012). 







Pada pameran haji tahun lalu maket ini ikut dipamerkan dan kami melihatnya langsung.
Alhamdulillah
Jadi.. Jangan mudah terprovokasi..
Allah azza wa jalla berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِن جَاءكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَأٍ فَتَبَيَّنُوا أَن تُصِيبُوا قَوْماً بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (Al Hujuraat:6)
wallahu a'lam

*Penulis sedang menyelasaikan studi di Fakultas syari'ah Universitas Islam Madinah 

Arsip

Follow us on

Copyright © Jejak Nabi | Powered by Blogger

Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com