Mengenal Nabi Lebih Dekat

20 November 2014

Rukun Iman, Rukun Islam dan Ihsan (Hadits Ke-2 Arbain Nawawi)

Islam, Iman dan Ihsan


عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ -رضي الله عنه- قَالَ: بَيْنَمَا نَحْنُ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- ذَاتَ يَوْمٍ إِذْ طَلَعَ عَلَيْنَا رَجُلٌ شَدِيدُ بَيَاضِ الثِّيَابِ شَدِيدُ سَوَادِ الشَّعَرِ لاَ يُرَى عَلَيْهِ أَثَرُ السَّفَرِ وَلاَ يَعْرِفُهُ مِنَّا أَحَدٌ حَتَّى جَلَسَ إِلَى النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- فَأَسْنَدَ رُكْبَتَيْهِ إِلَى رُكْبَتَيْهِ وَوَضَعَ كَفَّيْهِ عَلَى فَخِذَيْهِ وَقَالَ يَا مُحَمَّدُ أَخْبِرْنِى عَنِ الإِسْلاَمِ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « الإِسْلاَمُ أَنْ تَشْهَدَ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَتُقِيمَ الصَّلاَةَ وَتُؤْتِىَ الزَّكَاةَ وَتَصُومَ رَمَضَانَ وَتَحُجَّ الْبَيْتَ إِنِ اسْتَطَعْتَ إِلَيْهِ سَبِيلاً. قَالَ صَدَقْتَ. قَالَ فَعَجِبْنَا لَهُ يَسْأَلُهُ وَيُصَدِّقُهُ. قَالَ فَأَخْبِرْنِى عَنِ الإِيمَانِ. قَالَ « أَنْ تُؤْمِنَ بِاللَّهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ ». قَالَ صَدَقْتَ. قَالَ فَأَخْبِرْنِى عَنِ الإِحْسَانِ. قَالَ « أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ ». قَالَ فَأَخْبِرْنِى عَنِ السَّاعَةِ. قَالَ « مَا الْمَسْئُولُ عَنْهَا بِأَعْلَمَ مِنَ السَّائِلِ ». قَالَ فَأَخْبِرْنِى عَنْ أَمَارَتِهَا. قَالَ « أَنْ تَلِدَ الأَمَةُ رَبَّتَهَا وَأَنْ تَرَى الْحُفَاةَ الْعُرَاةَ الْعَالَةَ رِعَاءَ الشَّاءِ يَتَطَاوَلُونَ فِى الْبُنْيَانِ ». قَالَ ثُمَّ انْطَلَقَ فَلَبِثْتُ مَلِيًّا ثُمَّ قَالَ لِى « يَا عُمَرُ أَتَدْرِى مَنِ السَّائِلُ ». قُلْتُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ. قَالَ « فَإِنَّهُ جِبْرِيلُ أَتَاكُمْ يُعَلِّمُكُمْ دِينَكُمْ »


Umar bin Khaththab radhiyallahu 'anhu berkata, "Suatu ketika, kami duduk bersama Rasululah shallallahu 'alaihi wasallam. Tiba-tiba muncul seorang lelaki, ia mengenakan pakaian yang sangat putih dan memiliki rambut yang amat hitam. Tak terlihat padanya tanda-tanda bekas perjalanan, dan tak ada seorang pun di antara kami yang mengenalnya. Ia segera duduk di hadapan Nabi, lalu lututnya disandarkan kepada lutut Nabi dan meletakkan kedua tangannya di atas kedua pahanya, kemudian ia berkata : “Hai, Muhammad! Beritahukan kepadaku tentang Islam.”


Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab, “Islam adalah, engkau bersaksi tidak ada yang berhak diibadahi dengan benar melainkan hanya Allah, dan sesungguhnya Muhammad adalah Rasul Allah; menegakkan shalat; menunaikan zakat; berpuasa di bulan Ramadhan, dan engkau menunaikan haji ke Baitullah, jika engkau telah mampu melakukannya,” lelaki itu berkata, “Engkau benar,” maka kami heran, ia yang bertanya ia pula yang membenarkannya.


Kemudian ia bertanya lagi: “Beritahukan kepadaku tentang Iman.”
Nabi menjawab, “Iman adalah, engkau beriman kepada Allah; malaikat-Nya; kitab-kitab-Nya; para Rasul-Nya; hari Akhir, dan beriman kepada takdir Allah yang baik dan yang buruk,” ia berkata, “Engkau benar.”


Dia bertanya lagi: “Beritahukan kepadaku tentang ihsan.”
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menjawab, “Hendaklah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya. Kalaupun engkau tidak melihat-Nya, sesungguhnya Dia melihatmu.”


Lelaki itu berkata lagi : “Beritahukan kepadaku kapan terjadi Kiamat?”


Nabi menjawab, “Yang ditanya tidaklah lebih tahu dari yang bertanya.”


Dia pun bertanya lagi : “Beritahukan kepadaku tentang tanda-tandanya!”


Nabi menjawab, “Jika seorang budak wanita telah melahirkan tuannya; jika engkau melihat orang yang bertelanjang kaki, tanpa memakai baju (miskin papa) serta pengembala kambing telah saling berlomba dalam mendirikan bangunan megah yang menjulang tinggi.”


Kemudian lelaki tersebut segera pergi. Aku pun terdiam, sehingga Nabi bertanya kepadaku: “Wahai, Umar! Tahukah engkau, siapa yang bertanya tadi?”


Aku menjawab, ”Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui,” Beliau bersabda, ”Dia adalah Jibril yang datang mengajarkan kalian tentang agama kalian.”


Takhrij Hadits:
Hadist ini diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam shahihnya (1/28, no: 102) dan Imam Abu Dawud dalam sunannya (4696) dari jalan Yahya bin Ya’mar dari Abdullah bin Umar dari Umar bin Al-Khattab radhiyallahu ‘anhuma.


Makna istilah:


Islam: secara bahasa bermakna tunduk dan berserah diri. Secara istilah, islam adalah berserah diri kepada Allah dengan mentauhidkan-Nya, tunduk kepada-Nya dengan ketaatan dan berlepas diri dari kesyirikan dan pelakuk kesyirikan.


Shalat: secara bahasa bermakna do’a. Secara istilah, shalat adalah ibadah khusus berupa perkataan dan perbuatan yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam.


Zakat: secara bahasa bermakna tumbuh atau suci. Secara istilah zakat adalah harta tertentu yang wajib dikeluarkan dengan diserahkan kepada orang yang berhak menerimanya.


Puasa: secara bahasa bermakna menahan diri. Secara istilah puasa adalah menahan diri dari makan dan minum serta apa saja yang membatalkan puasa sejak terbit fajar sampai terbenamnya matahari.


Haji: secara bahasa bermakna menuju ke suatu tempat. Secara istilah haji adalah mengunjungi mekah untuk menunaikan manasik haji.


Iman: secara bahasa bermakna percaya. Secara istilah iman adalah ucapan dengan lisan, meyakini dengan hati dan mengamalkan dengan anggota badan. Iman bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan.
Malaikat: secara bahasa bermakna utusan. Secara istilah malaikat adalah makhluk ghaib yang diciptakan dari cahaya dan diberi tugas tertentu.


Kitab: secara bahasa bermakna kumpulan tulisan. Secara istilah kitab adalah kitab yang berisi firman Allah yang diturunkan kepada para rasul untuk disampaikan kepada umat mereka.


Rasul: secara bahasa bermakna utusan. Secara istilah rasul adalah seorang manusia yang diutus membawa syariat yang berdiri sendiri.


Hari Akhir: adalah hari kiamat. Hari kiamat dinamakan hari akhir karena setelah itu tidak ada lagi hari, dimana penduduk surga akan menempati tempatnya dan penduduk neraka akan menempati tempatnya.


Takdir: secara bahasa bermakna ketetapan. Secara istilah takdir adalah ketetapan Allah yang berlangsung di alam ini.


Makna hadits:


Hadits ini merupakan hadits kedua dari hadits Arbain Nawawiyah. Hadits yang merupakan hadits terpanjang dalam kitab Arbain Nawawiyah ini memiliki keagungan tersendiri.


Al-Qadhi ‘Iyadh berkata, “Hadits ini mengandung semua jenis ibadah baik yang lahiriyah maupun batiniyah seperti keimanan, perbuatan anggota badan, tulusnya niat dan menjaga diri dari amal keburukan. Bahkan ilmu agama semuanya bersumber dan kembali kepada hadits ini.” (Syarh Shahih Muslim, 1/158)


Imam Nawawi  (ulama Syafiiyah abad ke 7 Hijriah) menambahkan, “Hadits ini mengumpulkan berbagai ilmu pengetahuan, adab dan faidah. Bahkan hadits ini adalah pokok dalam agama Islam.” (Syarh Shahih Muslim, 1/160)  


Demikianlah kandungan hadits ini, sehingga tidak berlebihan bila hadits ini diberi gelar sebagai induk dari Sunnah sebagai mana surat Al-Fatihah diberi gelar induk dari Al-Qur’an.


Sejatinya hadits ini adalah dialog antara malaikat Jibril dan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tentang beberapa perkara penting dalam agama Islam dengan tujuan mengajarkan para sahabat yang ketika itu sedang berkumpul bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.


Sebagai makhluk yang diberikan kemampuan khusus, Jibril datang menjumpai Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam rupa seorang lelaki yang berpenampilan sangat rapi. Dengan baju yang sangat putih dan rambut yang sangat hitam dan tanpa terlihat padanya tanda-tanda perjalanan, Jibril membuat para sahabat yang ketika itu sedang bersama Nabi bertanya-tanya tentang jati dirinya.


Setelah memposisikan dirinya di dekat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dengan menyandarkan lututnya kepada lutut Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan meletakkan kedua tangannya di atas pahanya layaknya seorang murid di hadapan gurunya, Jibril mulai bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Hal pertama yang ditanyakannya adalah Islam.
Nabi menjawab pertanyaannya itu dengan mengatakan “Islam adalah, engkau bersaksi tidak ada yang berhak diibadahi dengan benar melainkan hanya Allah, dan sesungguhnya Muhammad adalah Rasul Allah; menegakkan shalat; menunaikan zakat; berpuasa di bulan Ramadhan, dan engkau menunaikan haji ke Baitullah, jika engkau telah mampu melakukannya.”


Lima Rukun Islam


Jawaban Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam di atas mengisyaratkan bahwa Islam memiliki lima rukun penyangga yang akan membuatnya berdiri kokoh. Hadits berikut ini menguatkan hal tersebut:


«بُنِيَ اْلإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَّمَدًا رَسُولُ اللهِ وَإِقَامُ الصَّلاَةِ و إِيْتَاءُ الزَّكَاةِ وحَجُّ الْبَيْتِ وَصَومُ رَمَضَانَ»
“Islam dibangun di atas lima perkara, bersaksi bahwa tiada ilah yang benar disembah kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan Shalat, menunaikan Zakat, berhaji ke Baitullah dan berpuasa pada bulan Ramadhan.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)


  1. Syahadat laa ilaha illallah Muhammdurrasulillah


Dua syahadat ini dijadikan sebagai satu rukun sebab keduanya menjadi sebab amal seseorang diterima. Syahadat laa ilaha illallah mengharuskan adanya keikhlasan dalam beribadah dan syahadat Muhammdarrasulullah menuntut adanya ittiba' (mengikuti Rasulullah dalam beramal). Juga  dikarenakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam merupakan muballig (penyampai risalah dari Allah Subhanahu waTa’ala) sehingga persaksian akan risalah dan kehambaan beliau termasuk penyempurna persaksian laa ilaha illallah.


Makna kalimat لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ (laa ilaha illallaah) adalah tiada sesembahan yang berhak diibadahai kecuali Allah Subhanahu waTa’ala . Semua sesembahan yang disembah oleh manusia berupa malaikat, jin, manusia, matahari, bulan, bintang, kuburan, batu, pohon dan yang lainnya merupakan sesembahan yang batil (salah), tidak dapat memberikan manfaat ataupun menolak bahaya.


Allah Subhanahu waTa’ala berfirman :


{وَلاَ تَدْعُوا مِن دُونِ اللهِ مَالاَيَنفَعُكَ وَلاَيَضُرُّكَ فَإِن فَعَلْتَ فَإِنَّكَ إِذًا مِّنَ الظَّالِمِينَ}

“Dan janganlah kamu menyembah apa-apa yang tidak memberi manfa'at dan tidak (pula) memberi mudharat kepadamu selain Allah; sebab jika kamu berbuat (yang demikian itu) maka sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang zhalim.” (QS. Yunus :106)



{ذَلِكَ بِأَنَّ اللهَ هُوَ الْحَقُّ وَأَنَّ مَايَدْعُونَ مِن دُونِهِ هُوَ الْبَاطِلُ وَأَنَّ اللهَ هُوَ الْعَلِيُّ الْكَبِيرُ}
“Kuasa Allah) yang demikian itu, adalah karena sesungguhnya Allah, Dialah (Rabb) yang Haq dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain Allah, itulah yang batil, dan sesungguhnya Allah, Dialah yang Maha Tinggi lagi Maha Besar. (QS. Al-Hajj : 62)


Syahadat Muhammadurrasulillah adalah pengikraran bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam adalah utusan Allah kepada semua manusia. Pengikraran ini mengharuskan seseorang menaati semua perintah beliau dan meninggalkan semua larangan beliau, mengembalikan setiap perselisihan kepada hukum beliau, membenarkan setiap apa yang beliau beritakan, mencintai dan mengagungkan beliau serta tidak beribadah kecuali dengan syariat yang telah beliau tuntunkan.


Allah ‘Azza waJalla berfirman:
{وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَاحْذَرُوا فَإِنْ تَوَلَّيْتُمْ فَاعْلَمُوا أَنَّمَا عَلَى رَسُولِنَا الْبَلَاغُ الْمُبِينُ}
"Dan taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kamu kepada Rasul-(Nya) dan berhati-hatilah. jika kamu berpaling, Maka Ketahuilah bahwa Sesungguhnya kewajiban Rasul kami, hanyalah menyampaikan (amanat Allah) dengan terang." (QS. Al-Ma'idah: 92)
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
«مَا نَهَيْتُكُمْ عَنْهُ فَاجْتَنِبُوهُ وَمَا أَمَرْتُكُمْ بِهِ فَافْعَلُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ»
"Apa yang aku larang maka jauhilah dan apa yang aku perintahkan maka kerjakanlah semampu kalian.” (HR. Muslim)


  1. Mendirikan shalat
Shalat lima waktu merupakan rukun Islam yang utama setelah dua kalimat syahadat. Shalat menjadi ibadah penghubung antara hamba dengan Rabbnya yang wajib ditunaikan dengan mengikuti petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau bersabda :
« صَلُّوا كَمَا رَئَيْتُمُونِي أُصَلِّي »


“  Shalatlah sebagaiman kalian melihat aku shalat” (HR. Al-Bukhari)
Beruntunglah orang yang menunaikan shalat dengan khusyu’ dan tuma’ninah. Allah Subhanahu waTa’ala berfirman  :
{قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ. الَّذِينَ هُمْ فِي صَلاَتِهِمْ خَاشِعُونَ}
“ Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam shalatnya.”  (QS. Al-Muminun :1-2)


Shalat memiliki keutamaan yang sangat banyak. Selain dapat menghapus dosa dan kesalahan, shalat juga menjadi benteng penghalang bagi seseorang dari perbuatan keji dan mungkar. Barangsiapa menjaganya niscaya dia akan menuai banyak faidah. Ia akan memperoleh cahaya, petunjuk dan keselamatan di akhirat kelak serta dimasukkan ke dalam Surga sebagaimana yang telah dijanjikan Allah Subhanahu waTa’ala.


  1. Menunaikan zakat
Zakat bermakna tambahan, pensucian dan keberkahan. Zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan untuk diserahkan kepada orang-orang yang berhak menerima. Allah Subhanahu waTa’ala berfirman :
{خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا}
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka.” (QS. At-Taubah : 102)


  1. Berpuasa pada bulan Ramadhan


Allah ‘Azza waJalla berfirman:
{شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآَنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ}
"Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu," (Al-Baqarah: 185)
Puasa yang ditunaikan atas dasar keikhlasan, ketaatan dan mengharap pahala akan menjadi sebab dosa-dosa seseorang diampuni.


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :


«مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ  »


“Barangsiapa berpusa pada bulan Ramadhan dengan penuh keimanan dan mengharap pahala, niscaya akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” ( HR. Bukhari dan Muslim)


  1. Menunaikan ibadah haji
Ibadah haji adalah rukun Islam keenam yang wajib ditunaikan oleh seorang muslim yang telah baligh, merdeka, memiliki kemampuan secara fisik maupun harta.
Allah Subhanahu waTa’ala berfirman:
{وَللهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلاً وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ اللهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ}
“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah; Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” (QS.Ali Imran : 97)


Allah Subhanahu waTa’ala juga berfirman:


{وَأِذِّن فِي النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوكَ رِجَالاً وَعَلَى كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِينَ مِن كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ. لِيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللهِ فِي أَيَّامٍ مَّعْلُومَاتٍ عَلَى مَارَزَقَهُم مِّن بَهِيمَةِ اْلأَنْعَامِ فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَآئِسَ الْفَقِيرَ}
“Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh. Supaya mereka mempersaksikan berbagai manfa'at bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir.”  (QS. Al-Hajj : 28)


Tentang keutamaan ibadah haji, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda:
«مَنْ حَجَّ فَلَمْ يَرْفُثْ وَلَمْ يَفْسُقْ رَجَعَ كَيَومٍ وَلَدَتْ أُمُّهُ»
“Barangsiapa yang berhaji sedang dia tidak berkata kotor (atau melakukan jima) dan melakukan kefasikan, dia kembali darinya seperti hari ia dilahirkan ibunya.” (HR Al-Bukhari dan Muslim)
Beliau juga bersabda:
«اَلْعُمْرَةُ  إِلَى الْعُمْرَةِ كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهُمَا وَالْحَجُّ الْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلاَّ الْجَنَّةُ»
“Satu umrah ke umrah yang lainnya adalah penghapus dosa antara keduanya, dan haji yang mabrur tidak ada balasan baginya kecuali surga.” (Muttafaq ‘alaih)


Setelah mendapat jawaban dari Nabi tentang Islam, Jibril bertanya kembali. Kali ini pertanyaanya tentang Iman. Nabi menjawab, “Iman adalah, engkau beriman kepada Allah; malaikat-Nya; kitab-kitab-Nya; para Rasul-Nya; hari Akhir, dan beriman kepada takdir Allah yang baik dan yang buruk,”


Sepintas lalu melihat jawaban Nabi yang berbeda, dapat ditarik sebuah kesimpulan  bahwa Islam dan Iman adalah hal yang berbeda. Islam adalah hal-hal lahiriyah yang dilakukan oleh anggota badan seseorang sedangkan Iman adalah hal-hal batiniyah yang diyakini oleh hatinya. Tentunya bila keduanya disebutkan dalam satu redaksi sebagaimana dalam hadits ini.


Para ulama menyimpulkan bahwa Islam dan Iman adalah dua istilah yang memiliki makna sendiri-sendiri bila keduanya disebutkan secara bersamaan. Sebaliknya bila keduanya disebutkan secara terpisah, maka keduanya saling menafsirkan antara satu dengan yang lain.


Enam Rukun Iman


Jawaban Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam di atas mengisyaratkan adanya enam pokok keyakinan yang harus diimani oleh seseorang.
Allah ‘Azza waJalla:
{لَيْسَ الْبِرَّ أَنْ تُوَلُّوا وُجُوهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلَكِنَّ الْبِرَّ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّينَ}
“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi Sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi...”(QS. Al-Baqaraah: 177)
Tentang takdir, Allah berfirman:
{إِنَّا كُلَّ شَيْءٍ خَلَقْنَاهُ بِقَدَرٍ}


“Sesungguhnya kami menciptakan segala sesuatu berdasarkan taqdirnya.” (QS. Al-Qamar: 49)


  1. Beriman kepada Allah


Beriman kepada Allah adalah mengimani adanya Allah Subahanahu waTa’ala, mengimani keseesaan-Nya dalam rububiyah dan uluhiyah serta mengimana bahwa Dia memiliki nama-nama yang suci dan sifat-sifat yang agung.
Keimanan kepada Allah akan terwujud dengan tiga hal berikut ini:


Pertama: Mengimani keesaan Allah dalam menciptakan, mengatur alam semesta, memberi rizki, menghidupkan, mematikan dan semua perbuatan yang menjadi kekhususan Allah ‘Azza waJalla. Inilah yang dikenal dengan Tauhid Rububiyah.


Allah Subhanahu waTa’ala berfirman:
{يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ  الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ فِرَاشًا وَالسَّمَاءَ بِنَاءً وَأَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجَ بِهِ مِنَ الثَّمَرَاتِ رِزْقًا لَكُمْ فَلَا تَجْعَلُوا لِلَّهِ أَنْدَادًا وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ }
“Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang Telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa,  Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki untukmu; Karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu Mengetahui." (QS. Al-Baqarah: 21-22)


{إِنَّ رَبَّكُمُ اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ يُغْشِي اللَّيْلَ النَّهَارَ يَطْلُبُهُ حَثِيثًا وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ وَالنُّجُومَ مُسَخَّرَاتٍ بِأَمْرِهِ أَلَا لَهُ الْخَلْقُ وَالْأَمْرُ تَبَارَكَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ}


“Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang Telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu dia bersemayam di atas 'Arsy. dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam.” (QS. Al-A’raf: 54)


Tauhid rububiyah merupakan tauhid yang secara fitrah diyakini oleh semua manusia tanpa terkecuali, bahkan orang kafir sekalipun. Oleh karena itu meyakini tauhid ini tidak kemudian membuat seseorang menjadi muslim.


Allah Subhanahu waTa’ala berfirman:
{وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ قُلِ الْحَمْدُ لِلَّهِ بَلْ أَكْثَرُهُمْ لَا يَعْلَمُونَ}
“Dan Sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: "Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?" tentu mereka akan menjawab: "Allah". Katakanlah : "Segala puji bagi Allah"; tetapi kebanyakan mereka tidak Mengetahui.” (QS. Luqman: 25)
{قُلْ مَنْ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ أَمَّنْ يَمْلِكُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَمَنْ يُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَيُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ وَمَنْ يُدَبِّرُ الْأَمْرَ فَسَيَقُولُونَ اللَّهُ فَقُلْ أَفَلَا تَتَّقُونَ فَذَلِكُمُ اللَّهُ رَبُّكُمُ الْحَقُّ فَمَاذَا بَعْدَ الْحَقِّ إِلَّا الضَّلَالُ فَأَنَّى تُصْرَفُونَ}
“Katakanlah: "Siapakah yang memberi rezki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang Kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan?" Maka mereka akan menjawab: "Allah". Maka Katakanlah "Mangapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya)?",  Maka (Zat yang demikian) Itulah Allah Tuhan kamu yang Sebenarnya; Maka tidak ada sesudah kebenaran itu, melainkan kesesatan. Maka bagaimanakah kamu dipalingkan (dari kebenaran)?” (QS. Yunus: 31-32)


Kedua: Mengimani keesaan Allah dalam peribadatan. Yaitu  mengimani bahwa Allah adalah satu-satunya sesembahan yang berhak untuk disembah dan peribadatan apapun yang dipersembahkan kepada selain-Nya adalah peribadatan yang batil. Inilah yang dikenal dengan Tauhid Uluhiyah atau tauhid ibadah.
Allah ‘Azza waJalla berfirman:
{ذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْحَقُّ وَأَنَّ مَا يَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ الْبَاطِلُ وَأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْعَلِيُّ الْكَبِيرُ}
“ (Kuasa Allah) yang demikian itu, adalah Karena Sesungguhnya Allah, dialah (Tuhan) yang Haq dan Sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain dari Allah, Itulah yang batil, dan Sesungguhnya Allah, dialah yang Maha Tinggi lagi Maha besar.” (QS. Luqman: 30)
Tauhid uluhiyah merupakan tauhid yang menjadi awal dakwah para nabi dan rasul ketika mereka diutus kepada kaumnya.


Allah azza wajalla berfirman:
{وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ}


“Dan sungguhnya kami Telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut...” (QS. An-Nahl: 36)
{وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لا إِلَهَ إِلا أَنَا فَاعْبُدُونِ}
“Dan kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan aku, Maka sembahlah olehmu sekalian akan aku".” (QS. Al-Anbiya’: 25)


Ketiga: Mengimani bahwa Allah memiliki nama dan sifat sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Al-Qur'an atau hadits-hadits Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tanpa melakukan tahrif, ta'thil, tamtsil dan takyif.


Tahrif adalah merubah redaksi nama atau sifat Allah sehingga berubah makna aslinya.
Ta'thil adalah meniadakan nama dan sifat Allah.
Tamtsil adalah menyerupakan sifat Allah dengan makhluk-Nya.
Takyif adalah membagaimanakan sifat Allah.


  1. Beriman kepada malaikat
Malaikat adalah makhluk Allah yang diciptakan dari cahaya. Allah Subhanahu waTa’ala memberikan kepada mereka kekuatan yang sempurna untuk menjalankan dan menunaikan perintah-Nya.
{وَلَهُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَنْ عِنْدَهُ لَا يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِهِ وَلَا يَسْتَحْسِرُونَ يُسَبِّحُونَ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ لَا يَفْتُرُونَ}
“Dan kepunyaan-Nyalah segala yang di langit dan di bumi. dan malaikat-malaikat yang di sisi-Nya, mereka tiada mempunyai rasa angkuh untuk menyembah-Nya dan tiada (pula) merasa letih. Mereka selalu bertasbih malam dan siang tiada henti-hentinya.” (QS. Al-Anbiyaa’: 19-20)


Beriman kepada malaikat mengandung empat perkara:


  1. Beriman kepada wujud mereka.
  2. Beriman kepada mereka yang kita ketahui namanya seperti Jibril dan beriman kepada mereka yang tidak kita ketahui namanya secara global.
  3. Beriman kepada sifat-sifat mereka yang kita ketahui.
  4. Beriman kepada amal perbuatan mereka yang kita ketahui yang mereka tunaikan karena perintah dari Allah, seperti tasbih dan beribadah kepada Allah siang dan malam.


  1. Beriman kepada kitab-kitab


Al-Kutub adalah bentuk plurar dari kata kitabun yang bermakna sesuatu yang tertulis.
Yang dimaksud dengan kitab di sini adalah kitab-kitab yang diturunkan oleh Allah Ta'ala kepada para utusan-Nya sebagai rahmat bagi para makhluk dan petunjuk bagi mereka sehingga mereka mencapai kebahagian di dunia dan akhirat.
Allah Ta'ala berfirman:
{وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِينَ}
"Dan kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri." (QS. An-Nahl: 89)
Beriman kepada kitab-kitab mengandung empat perkara:
  1. Beriman bahwa kitab-kitab tersebut turun dari sisi Allah.
  2. Beriman dengan kitab-kitab yang kita ketahui namanya seperti Al-Qur'an.
  3. Membenarkan berita-berita yang benar di dalamnya seperti berita-berita dalam Al-Qur'an dan berita-berita yang belum dirubah dan diselewengkan di dalam kitab-kitab terdahulu.
  4. Mengamalkan hukum-hukum dalam kitab-kitab tersebut selama belum dihapus dan ridha serta menerimanya baik kita memahami hikmah dari hukum-hukum tersebut ataukah tidak. Dan semua kitab-kitab terdahulu telah dihapus dengan Al-Qur'an.


  1. Beriman kepada para rasul


Rasul adalah seseorang yang diberi wahyu dengan syariat baru dan diutus kepada suatu kaum yang ingkar agar ia menyampaikan kepada mereka risalah Allah. Contohnya para rasul yang bergelar ulul 'azmi.
Dan nabi adalah seseorang yang diberi wahyu agar ia menerapkan dan berhukum dengan syariat rasul sebelumnya, seperti nabi-nabi bani Isra'il setelah Musa.
Beriman kepada para rasul adalah meyakini dengan pasti bahwa Allah Ta'ala mengutus seorang rasul pada setiap kaum. Ia menyeru mereka untuk beribadah hanya kepada Allah yang tidak ada sekutu bagi-Nya dan mengkufuri setiap apa yang disembah selain Allah. Juga meyakini bahwa mereka adalah orang-orang yang jujur, mulia, baik, mendapat dan membawa petunjuk. Dan bahwasanya mereka menyampaikan semua risalah yang dibebankan kepada mereka dan tidak merubahnya. Allah Ta'ala berfirman:
{فَهَلْ عَلَى الرُّسُلِ إِلَّا الْبَلَاغُ الْمُبِينُ وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ}
"Maka tidak ada kewajiban atas para rasul, selain dari menyampaikan (amanat Allah) dengan terang.  Dan sungguhnya kami Telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu"." (QS. An-Nahl: 35-36)
Dan bahwasanya sebagian dari mereka lebih utama dari sebagian yang lain, sebagaimana Allah Ta'ala berfirman:
{تِلْكَ الرُّسُلُ فَضَّلْنَا بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ مِنْهُمْ مَنْ كَلَّمَ اللَّهُ وَرَفَعَ بَعْضَهُمْ دَرَجَاتٍ}
"Rasul-rasul itu kami lebihkan sebagian (dari) mereka atas sebagian yang lain. di antara mereka ada yang Allah berkata-kata (langsung dengan dia) dan sebagiannya Allah meninggikannya beberapa derajat. " (QS. Al-Baqaraah: 253)

Beriman kepada para rasul mencakup empat perkara:

  1. Berimana bahwa risalah yang diemban oleh mereka benar-benar datang dari Allah. Dan barangsiapa mendustakan salah satu dari mereka maka ia seperti mendustakan semua nabi dan rasul.
  2. Beriman kepada mereka yang kita ketahui namanya. Dan yang tidak diketahui namanya kita beriman kepada mereka secara global.
  3. Membenarkan berita-berita yang sah tentang mereka.
  4. Mengamlakan syariat yang dibawa oleh rasul yang diutus kepada kita yaitu Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.


  1. Beriman kepada hari akhir


Hari akhir adalah hari kiamat. Hari dimana manusia dibangkitkan untuk dihisab dan dibalas apa yang telah mereka perbuat di dunia. Disebut hari akhir karena setelah itu tidak ada lagi hari ketika penduduk surga telah menempati tempat yang telah disediakan untuk mereka dan penduduk neraka telah menempati tempat yang telah disediakan untuk mereka.
Yang dimaksud beriman kepada hari akhir adalah meyakini kebenaran setiap berita yang dikabarkan oleh Allah dan Rasul-Nya berupa peristiwa-peristiwa yang terjadi setelah kematian, yang mencakup: fitnah kubur serta adzab dan kenikmatannya, kebangkitan semua makhluk, pengumpulan mereka di padang mahsyar, beterbangannya catatan-catatan amal dan hisab, penimbangan amal perbuatan, telaga Nabi, jempatan sirat, syafa'at serta surga dan neraka.


  1. Beriman kepada takdir yang baik dan yang buruk


Al-Qadar adalah takdir Allah terhadap segala sesuatu berdasarkan ilmu-Nya yang ajali dan hikmah-Nya yang sempurna.
Beriman kepada takdir adalah meyakini dengan pasti bahwa segala sesuatu yang terjadi di alam ini baik kebaikan maupun keburukan semuanya merupakan ketetapan dan takdir dari Allah.
Beriman kepada takdir memiliki empat tingkatan:


Tingkatan pertama: Ilmu Allah terhadap segala sesuatu (Al-Ilmu)

Yaitu mengimani ilmu Allah. mengimani bahwa Allah mengetahui dan meliputi segala sesuatu. Tidak ada satu biji dzarrahpun di langit dan di bumi yang terhalang dari-Nya. Dia mengetahui semua makhluk-Nya sebelum mereka diciptakan. Di mengetahui apa yang akan terjadi pada mereka setelah diciptakan baik yang tersembunyi maupun yang terang-terangan.
Allah Subhanahu waTa’ala berfirman :
{أَنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ وَأَنَّ اللَّهَ قَدْ أَحَاطَ بِكُلِّ شَيْءٍ عِلْمًا}
"Dan Sesungguhnya Allah ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu." (QS. Ath-Thalaaq: 12)


Tingkatan kedua: Penulisan Allah terhadap takdir (Al-Kitabah)

Yaitu beriman bahwa Allah menulis takdir semua makhluk-Nya di Lauhul Mahfuzh dan tidak ada sesuatupun yang terlewati.
Allah Ta’ala berfirman:
{مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الأَرْضِ وَلا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلا فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ َسِيرٌ}
"Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (Tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan Telah tertulis dalam Kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah." (QS. Al-Hadiid: 22)


Tingkatan ketiga: Kehendak Allah (Al-Masyi'ah)

Yaitu beriman kepada kehendak Allah yang pasti terlaksana dan kemampuna-Nya yang meliputi segala sesuatu. Apa yang Allah kehendaki kejadiannya maka pasti akan terjadi. Dan apa yang tidak dikehendaki-Nya maka pasti tidak akan terjadi.

Allah Subhanahu waTa’ala berfirman:
{وَمَا تَشَاءُونَ إِلا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ}


"Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam." (QS. At-Takwiir: 29)


Tingkatan keempat: Penciptaan Allah (Al-Khalq)

Yaitu beriman bahwa Allah adalah Pencipta segala sesuatu, tidak ada pencipta selain Dia dan tidak ada rabb selain Dia.
Allah Ta’ala berfirman:
{اللَّهُ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ وَكِيلٌ}
"Allah menciptakan segala sesuatu dan dia memelihara segala sesuatu." (QS. Az-Zumar: 62


Setelah mendengarkan jawaban Nabi tentang keimanan, Jibril bertanya kembali: “Beritahukan kepadaku tentang ihsan”, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menjawab, “Hendaklah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya. Kalaupun engkau tidak melihat-Nya, sesungguhnya Dia melihatmu.”
Dua Tingkatan Manusia Dalam Ibadah


Jawaban Nabi di atas menunjukan adanya dua tingkatan manusia dalam beribadah kepada Allah.
Tingkatan pertama adalah orang-orang yang beribadah kepada Allah atas dasar kecintaan kepada Allah dan keinginan kuatnya dalam melakukan ibadah tersebut. Hal tersebut membuat mereka beribadah kepada Allah seolah-olah mereka melihat-Nya.
Tingkatan kedua adalah orang-orang yang  beribadah karena takut terhadap adzab yang akan ditimpakan kepada mereka. Mereka beribadah kepada Allah bukan atas dasar kecintaan dan keinginan kuat sehingga Nabi shallallahu ‘alaihi wsasallam mengatakan kepada mereka “Kalaupun engkau tidak melihat-Nya, sesungguhnya Dia melihatmu.” Agar membuat mereka terdorong untuk beribadah kepada Allah.


Jibril bertanya kembali : “Beritahukan kepadaku kapan terjadi Kiamat?”

Nabi menjawab, “Yang ditanya tidaklah lebih tahu dari yang bertanya.”

Dia pun bertanya lagi : “Beritahukan kepadaku tentang tanda-tandanya!”

Nabi menjawab, “Jika seorang budak wanita telah melahirkan tuannya; jika engkau melihat orang yang bertelanjang kaki, tanpa memakai baju (miskin papa) serta pengembala kambing telah saling berlomba dalam mendirikan bangunan megah yang menjulang tinggi.”


Rahasia Kapan Terjadinya Hari Kiamat


Allah Ta'ala berfirman:
{وَعِنْدَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لا يَعْلَمُهَا إِلا هُوَ}
"Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia." (QS. Al-An'aam: 59)


Ilmu tentang kapan hari kiamat termasuk salah satu kunci-kunci perkara ghaib yang disembunyikan oleh Allah. Oleh karena itu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab pertanyaan Jibril di atas dengan mengatakan “Yang ditanya tidaklah lebih tahu dari yang bertanya.” Jawaban Nabi ini menunjukan bahwa kapan terjadinya hari kiamat adalah rahasia Allah yang tidak diketahui oleh seorangpun, bahkan seorang nabi yang termulia dan malaikat termulia juga tidak mengetahuinya.
Allah Ta'ala berfirman:
{إِنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ عِلْمُ السَّاعَةِ}
"Sesungguhnya Allah, Hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang hari Kiamat." (QS. Luqman: 34)
Tegaknya hari kiamat merupakan suatu kepastian yang dapat diragukan. Allah Ta'ala  berfirman:
{إِنَّ السَّاعَةَ لآتِيَةٌ لا رَيْبَ فِيهَا وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لا يُؤْمِنُونَ}
"Sesungguhnya hari kiamat pasti akan datang, tidak ada keraguan tentangnya, akan tetapi kebanyakan manusia tiada beriman." (QS. Ghaafir: 59)
Bahkan untuk menjelaskan akan kepastianya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
« بُعِثْتُ أَنَا وَالسَّاعَةَ كَهَاتَيْنِ ». وَيَقْرُنُ إِصْبَعَيْهِ السَّبَّابَةِ وَالْوُسْطَى.
"Jarak antara aku diutus dan tegaknya hari kiamat seperti dekatnya dua jari ini." Beliau melekatkan jari telunjuk dan jari tengahnya. (HR Al-Bukhari dan Muslim)


Tanda-tanda hari kiamat

Dalam banyak hadits, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam  telah mengabarkan kepada kita tanda-tanda yang menunjukan dekatnya hari kiamat. Tanda-tanda tersebut terbagi menjadi dua: tanda-tanda yang kecil yang menandakan dekatnya hari kiamat dan tanda-tanda yang besar yang menandakan hari kiamat sudah berada di depan mata.


DI antara tanda-tanda kecil datangnya hari kiamat adalah sebagai berikut:


  1. Di antara tanda-tanda kecil dekatnya hari kiamat adalah apa yang disebutkan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam ini:


“Jika seorang budak wanita telah melahirkan tuannya; jika engkau melihat orang yang bertelanjang kaki, tanpa memakai baju (miskin papa) serta pengembala kambing telah saling berlomba dalam mendirikan bangunan megah yang menjulang tinggi.”


  1. Di antara tanda dekatnya hari kiamat adalah terjadinya peperangan antara kaum muslimin dan kaum Yahudi. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
« لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يُقَاتِلَ الْمُسْلِمُونَ الْيَهُودَ فَيَقْتُلُهُمُ الْمُسْلِمُونَ حَتَّى يَخْتَبِئَ الْيَهُودِىُّ مِنْ وَرَاءِ الْحَجَرِ وَالشَّجَرِ فَيَقُولُ الْحَجَرُ أَوِ الشَّجَرُ يَا مُسْلِمُ يَا عَبْدَ اللَّهِ هَذَا يَهُودِىٌّ خَلْفِى فَتَعَالَ فَاقْتُلْهُ. إِلاَّ الْغَرْقَدَ فَإِنَّهُ مِنْ شَجَرِ الْيَهُودِ ».
"Tidak akan tegak hari kiamat sampai kaum muslimin memerangi orang-orang yahudi. Sampai-sampai orang-orang yahudi tersebut bersembunyi di balik bebatuan dan pepohonan maka bebatuan dan pepohonan tersebut berkata, 'Wahai muslim! wahai hamba Allah! di belakangku ada seorang yahudi, kemarilah dan bunuhlah ia!', kecuali pohon Gharqad, sebab pohon itu adalah pohonnya kaum yahudi." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
  1. Di antaranya yang juga disebutkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah: cepatnya perputaran waktu, sedikitnya ilmu, munculnya berbagai fitnah, banyaknya peristiwa pembunuhan, banyaknya perzinahan dan kefasikan serta yang lainnya.


Di antara tanda-tanda besar hari kiamat adalah sebagaimana  tertera dalam hadits Hudzaifah bin Usaid radhiyallahu 'anhu. Beliau berkata:
اطَّلَعَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- عَلَيْنَا وَنَحْنُ نَتَذَاكَرُ فَقَالَ « مَا تَذَاكَرُونَ ».
قَالُوا نَذْكُرُ السَّاعَةَ. قَالَ « إِنَّهَا لَنْ تَقُومَ حَتَّى تَرَوْنَ قَبْلَهَا عَشْرَ آيَاتٍ ». فَذَكَرَ الدُّخَانَ وَالدَّجَّالَ وَالدَّابَّةَ وَطُلُوعَ الشَّمْسِ مِنْ مَغْرِبِهَا وَنُزُولَ عِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ -صلى الله عليه وسلم- وَيَأْجُوجَ وَمَأْجُوجَ وَثَلاَثَةَ خُسُوفٍ خَسْفٌ بِالْمَشْرِقِ وَخَسْفٌ بِالْمَغْرِبِ وَخَسْفٌ بِجَزِيرَةِ الْعَرَبِ وَآخِرُ ذَلِكَ نَارٌ تَخْرُجُ مِنَ الْيَمَنِ تَطْرُدُ النَّاسَ إِلَى مَحْشَرِهِمْ.
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam muncul di tengah-tengah kami ketika kami sedang berdiskusi. Beliau bertanya, "Apa yang sedang kalian diskusikan?" Mereka menjawab: "Kami sedang berdiskusi tentang hari kiamat. Beliau bersabda, "Hari kiamat tidak akan tegak sampai kalian telah melihat sebelumnya sepuluh tanda." Beliau menyebutkan: asap, Dajjal, binatang melata, terbitnya matahari dari barat, turunya Isa bin Maryam, keluarnya Ya'juj dan Ma'juj, tiga penenggelaman, penenggelaman di timur, penenggelaman di barat dan penenggelaman di jazirah Arab dan yang terakhir keluarnya api dari negeri Yaman yang akan menggiring manusia ke padang mahsyar." (HR. Muslim)
Kejadian-kejadian di atas saling berdekatan waktunya yang akan diikuti dengan berakhirnya dunia dan matinya semua makhluk. Allah Ta'ala berfirman:
{ وَنُفِخَ فِي الصُّورِ فَصَعِقَ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَمَنْ فِي الأرْضِ إِلا مَنْ شَاءَ اللَّهُ ثُمَّ نُفِخَ فِيهِ أُخْرَى فَإِذَا هُمْ قِيَامٌ يَنْظُرُونَ (68) }
"Dan ditiuplah sangkakala, Maka matilah siapa yang di langit dan di bumi kecuali siapa yang dikehendaki Allah. Kemudian ditiup sangkakala itu sekali lagi Maka tiba-tiba mereka berdiri menunggu (putusannya masing-masing)." (QS. Az-Zumar: 68)
Wallahu A'lam



Sumber:
  • Syarh Shahih Muslim, Imam An-Nawawi.
  • Ad-Durratu As-Salafiyah Syarh Al-Arbain An-Nawawiyah, Sayyid Al-Huwaithi.
  • Syarh Ushulil Iman, Syeikh Ibnu Utsaimin.
  • Bayan Arkanil Iman, Abdullah Al-Qushair.
  • Dan lain-lain.

Ust. Ismail Margam,Lc Alumnus Fakultas Hadits Universitas Islam Madinah

1 komentar:

Arsip

Follow us on

Copyright © Jejak Nabi | Powered by Blogger

Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com