Mengenal Nabi Lebih Dekat

23 Oktober 2014

Sejarah Penetapan Penanggalan Hijriyah

Oleh : Ahmad Anshori*

Kalender hijriyah adalah penanggalan Islam yang menjadi acuan dalam hukum-hukum Syariat. Seperti haji, puasa, haul zakat, 'idah thalaq dan lain sebagainya. Dengan menjadikan hilal sebagai acuan awal bulan. Sebagaimana disinggung dalam firman Allah ta'ala

يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْأَهِلَّةِ ۖ قُلْ هِيَ مَوَاقِيتُ لِلنَّاسِ وَالْحَجِّ ۗ َ

Orang-orang bertanya kepadamu tentang hilal. Wahai Nabi Muhammad katakanlah: "Hilal itu adalah tanda waktu"untuk kepentingan manusia dan bagi haji."(QS. Al-Baqarah: 189)

Sebelum penanggalan hijriyah ditetapkan, masyarakat Arab dahulu menjadikan peristiwa-peristiwa besar sebagai acuan tahun. Sebut saja "Tahun renovasi Ka’bah", disebut demikian karena pada tahun tersebut, Ka’bah direnovasi ulang akibat banjir. "Tahun fijar", karena saat itu terjadi perang fijar. "Tahun fiil" (gajah), karena saat itu terjadi penyerbuan Ka'bah oleh pasukan bergajah. Oleh karena itu kita mengenal tahun kelahiran Rasulullah -shallallahu'alaihi wasallam- dengan istilah tahun fiil/tahun gajah. Terkadang mereka juga menggunakan tahun kematian seorang tokoh sebagai patokan, misal 7 tahun sepeninggal Ka’ab bin Luai." Untuk acuan bulan, mereka menggunakan sistem bulan qomariyah (penetapan awal bulan berdasarkan fase-fase bulan). Sistem penanggalan seperti ini berlanjut sampai ke masa Rasulullah -shallallahu'alaihiwasallam- dan khalifah Abu Bakr Ash-Sidiq -radhiyallahu'anhu-. Barulah di masa khalifah Umar bin Khatab radhiyallahu'anhu, ditetapkan kalender hijriyah yang menjadi pedoman penanggalan bagi kaum muslimin.

Latar Belakang Penanggalan

Berawal dari surat-surat tidak bertanggal, yang diterima Abu Musa Al-Asy-'Ari radhiyahullahu'anhu -gubernur Basrah kala itu- dari khalifah Umar bin Khatab. Abu Musa mengeluhkan surat-surat tersebut kepada Sang Khalifah melalui sepucuk surat,

إنه يأتينا منك كتب ليس لها تاريخ

"Telah sampai kepada kami surat-surat dari Anda, tanpa tanggal."

Dalam riwayat lain disebutkan,

إنَّه يأتينا مِن أمير المؤمنين كُتبٌ، فلا نَدري على أيٍّ نعمَل، وقد قرأْنا كتابًا محلُّه شعبان، فلا ندري أهو الذي نحن فيه أم الماضي

"Telah sampai kepada kami surat-surat dari Amirul Mukminin, namun kami tidak tau apa yang harus kami perbuat terhadap surat-surat itu. Kami telah membaca salah satu surat yang dikirim di bulan Sya'ban. Kami 
tidak tahu apakah Sya'ban tahun ini ataukah tahun kemarin."

Berangkat dari kejadian ini  Umar bin Khatab mengajak para sahabat untuk bermusyawarah; menentukan kalender yang nantinya menjadi acuan penanggalan bagi kaum muslimin.

Penetapan Patokan Tahun

Dalam musyawarah Khalifah Umar bin Khatab dan para sahabat, muncul beberapa usulan mengenai patokan awal tahun. Ada yang mengusulkan penanggalan dimulai dari tahun diutusnya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Sebagian lagi mengusulkan agar penanggalan dibuat sesuai dengan kalender Romawi, yang perhitungannya dimulai dari masa raja Iskandar (Alexander). Yang lain mengusulkan, dimulai dari tahun hijrahnya Nabi -shallallahu'alaihiwasalam- ke kota Madinah. Usulan ini disampaikan oleh sahabat Ali bin Abi Thalib -radhiyallahu'anhu-. Hati Umar bin Khatab -radhiyallahu'anhu-  condong kepada usulan ke tiga ini,

الهجرة فرقت بين الحق والباطل فأرخوا بها

" Peristiwa Hijrah menjadi pemisah antara yang benar dan yang batil. Jadikanlah ia sebagai patokan penanggalan." Kata Umar bin Khatab radhiyallahu'anhu mengutarakan alasan.

Akhirnya para sahabatpun sepakat untuk menjadikan peristiwa hijrah sebagai acuan tahun. Landasan mereka adalah firman Allah ta'ala,

لَمَسْجِدٌ أُسِّسَ عَلَى التَّقْوَىٰ مِنْ أَوَّلِ يَوْمٍ أَحَقُّ أَنْ تَقُومَ فِيه َ

Sesungguhnya mesjid yang didirikan atas dasar takwa (mesjid Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu sholat di dalamnya. (QS. At-Taubah:108)

Para sahabat memahami makna "sejak hari pertama" dalam ayat dengan hari pertama kedatangan hijrahnya Nabi. Sehingga moment tersebut pantas dijadikan acuan awal tahun kalender hijriyah. Hal ini sebagaimana yang diutarakan oleh Al Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahillah,

وأفاد السهيلي أن الصحابة أخذوا التاريخ بالهجرة من قوله تعالى : لمسجد أسس على التقوى من أول يوم لأنه من المعلوم أنه ليس أول الأيام مطلقا ، فتعين أنه أضيف إلى شيء مضمر وهو أول الزمن الذي عز فيه الإسلام ، وعبد فيه النبي - صلى الله عليه وسلم - ربه آمنا ، وابتدأ بناء المسجد ، فوافق رأي الصحابة ابتداء التاريخ من ذلك اليوم ، وفهمنا من فعلهم أن قوله تعالى من أول يوم أنه أول أيام التاريخ الإسلامي ، كذا قال ، والمتبادر أن معنى قوله : من أول يوم أي دخل فيه النبي - صلى الله عليه وسلم - وأصحابه المدينة والله أعلم .

" Pelajaran dari As-Suhaili: 'para sahabat sepakat menjadikan peristiwa hijrah sebagai patokan penanggalan, karena merujuk kepada firman Allah ta'ala,

لَمَسْجِدٌ أُسِّسَ عَلَى التَّقْوَىٰ مِنْ أَوَّلِ يَوْمٍ أَحَقُّ أَنْ تَقُومَ فِيه َ

Sesungguhnya masjid yang didirikan atas dasar takwa (masjid Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu sholat di dalamnya. (QS. At-Taubah: 108)

karena sebagaimana yang telah lumrah "hari pertama" di dalam ayat ini tidak dimaknai secara tekstual atau dalam artian benar-benar berarti hari pertama, namun maksudnya hari permulaan jayanya agama islam, hari pertama Nabi -shallallahu'alaihi wasallam- bisa menyembah Rabnya dengan rasa aman. Hari pertama dibangunnya masjid (red. masjid pertama dalam peradaban Islam, yaitu masjid Quba). Karena alasan inilah, para sahabat sepakat untuk menjadikan hari tersebut sebagai patokan penanggalan.'

Dari keputusan para sahabat tersebut, kita bisa memahami, maksud "sejak hari pertama" (dalam ayat) adalah, hari pertama dimulainya penanggalan umat Islam. Demikian kata beliau. Dan telah diketahui bahwa makna firman Allah ta'alamin awwali yaumin (sejak hari pertama) adalah, hari pertama masuknya Nabi shallallahu'alaihiwasallam dan para sahabatnya ke kota Madinah. Allahua'lam. " (Fathul Bari, 7/335)

Sebenarnya ada opsi-opsi lain mengenai acuan tahun, yaitu tahun kelahiran atau wafatnya Nabi shallallahu'alaihiwasallam. Namun mengapa dua opsi ini tidak dipilih? 

Ibnu Hajar rahimahullah menjelaskan alasannya,


لأن المولد والمبعث لا يخلو واحد منهما من النزاع في تعيين السنة ، وأما وقت الوفاة فأعرضوا عنه لما توقع بذكره من الأسف عليه ، فانحصر في الهجرة ، .

"Karena tahun kelahiran dan tahun diutusnya beliau menjadi Nabi, belum diketahui secara pasti. Adapun tahun wafat beliau, para sahabat tidak memilihnya karena akan menyebabkan kesedihan manakala teringat tahun itu. Oleh karena itu ditetapkan peristiwa hijrah sebagai acuan tahun." (Fathul Bari, 7/335)

Alasan lain mengapa tidak menjadikan tahun kelahiran Nabi -shallallahu'alaihi wasallam- sebagai acuan; karena dalam hal tersebut terdapat unsur menyerupai kalender Nashrani. Mereka menjadikan tahun kelahiran Nabi Isa sebagai acuan. Sedangkan orang Persia (majusi), mereka menjadikan tahun kematian raja mereka sebagai acuan penanggalan, dengan demikian menjadikan wafat Rasulullah -shalallahu 'alaihi wa sallam- sebagai acuan, juga akan menyerupai kaum kafir, yaitu kaum persia oleh sebab itu sahabat tidak melakukannya.

Penentuan Bulan

Perbincangan berlanjut seputar penentuan awal bulan kalender hijriyah. Sebagian sahabat mengusulkan bulan Ramadhan. Sahabat Umar bin Khatab dan Ustman bin Affan mengusulkan bulan Muharram.

بل بالمحرم فإنه منصرف الناس من حجهم

"Sebaiknya dimulai bulan Muharam. Karena pada bulan itu orang-orang usai melakukan ibadah haji." Kata Umar bin Khatab radhiyallahu'anhu. Akhirnya para sahabatpun sepakat.

Alasan lain dipilihnya bulan muharam sebagai awal bulan diutarakan oleh Ibnu Hajar -rahimahullah-,

لأن ابتداء العزم على الهجرة كان في المحرم ؛ إذ البيعة وقعت في أثناء ذي الحجة وهي مقدمة الهجرة ، فكان أول هلال استهل بعد البيعة والعزم على الهجرة هلال المحرم فناسب أن يجعل مبتدأ ، وهذا أقوى ما وقفت عليه من مناسبة الابتداء بالمحرم

"Karena tekad untuk melakukan hijrah terjadi pada bulan muharam. Dimana baiat terjadi dipertengahan bulan Dzulhijah (bulan sebelum muharom). Dari peristiwa baiat itulah awal mula hijrah. Bisa dikatakan hilal pertama setelah peristiwa bai'at adalah hilal bulan muharam, serta tekad untuk berhijrah juga terjadi pada hilal bulan muharam (red. awal bulan muharam). Karena inilah muharam layak dijadikan awal bulan. Ini alasan paling kuat mengapa dipilih bulan muharam." (Fathul Bari, 7/335)

Dari musyarah tersebut, ditentukanlah sistem penanggalan untuk kaum muslimin, yang berlaku hingga hari ini. Dengan menjadikan peristiwa hijrah sebagai acuan tahun dan bulan muharam sebagai awal bulan. Oleh karena itu kalender ini populer dengan istilah kalender hijriyah.

Ada beberapa pelajaran yang bisa kita petik dari kisah penanggalan hijriyah di atas:

1. Kalender hijriyah ditetapkan berdasarkan ijma' (kesepakatan) para sahabat. Dan kita tahu bahwa ijma' merupakan dalil qot'i yang diakui dalam Islam.

2. Sistem penanggalan yang dipakai oleh para sahabat adalah bulan qomariyah. Hal ini diketahui dari surat Umar bin Khatab yang ditulis untuk Abu Musa Al-Asy-'ariy; di situ tertulis bulan sya'ban, hanya saja tidak diketahui tahunnya.

3. Para sahabat menjadikan kalender hijriyah sebagai acuan penanggalan dalam segala urusan kehidupan mereka; baik urusan ibadah maupun dunia. Sehingga memisahkan penggunaan kalender hijriyah, antara urusan ibadah dan urusan dunia, adalah tindakan yang menyelisihi konsesus para sahabat. Seyogyanya bagi seorang muslim, menjadikan kalender hijriyah sebagai acuan penanggalan dalam kesehariannya.

4. Kalender hijriyah merupakan syi'ar Islam, yang menbedakannya dengan agama-agama lainnya.
Demikian yang bisa kami sampaikan.

Allahu ta'ala a'lam bis showab.

Wa shallallahu 'ala nabiyyina muhammad, wa'ala aalihi wa shahbihi wa sallam.

(Simak pembahasan masalah ini di kitab Fathul Baari 7/335-336, Bidayah wan Nihayah 3/206, Al-i'laam bi At-tauwbikh li man Dzammu At-taarikh, karya Asy-Syakhowi hal. 78)
_____
Diselesaikan di wihdah 8, Kampus Universitas Islam Madinah, Kota Nabi, 23 Dzulhijah 1435

*Mahasiswa Fakultas Syari'ah semester 4 Universitas Islam Madinah, Saudi Arabia.

0 komentar:

Posting Komentar

Arsip

Follow us on

Copyright © Jejak Nabi | Powered by Blogger

Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com