AL-IMAM MUHAMMAD BIN ISMA'IL AL-BUKHARI
(194 – 256 H)
( bagian pertama )
Tidak diragukan
lagi, mempelajari kehidupan para ulama kaum muslimin merupakan salah satu cara
untuk meningkatkan iman seorang muslim. Karena dengan mempelajari sejarah dan
perjalanan hidup mereka kita akan mengetahui betap besar jasa yang telah mereka
berikan kepada Islam dan kaum muslimin. Mereka telah menghabiskan usia, harta
dan tenaga untuk menjaga agama Allah ta'ala dengan mempelajari,
mengamalkan dan mengajarkan kepada kaum muslimin ilmu yang telah Allah berikan kepada mereka.
Mereka adalah sebaik-baik teladan – setelah Nabi shallallahu 'alaihi wa
sallam – bagi kaum muslimin yang menginginkan kemuliaan yang telah
diperoleh oleh para pendahulu umat ini.
Diantara para
ulama itu adalah Imam Muhammad bin Ismail Al-Bukhari rahimahullah, sebuah
nama yang sangat melekat di telinga kaum muslimin karena jasanya yang sangat
besar dalam menjaga hadits Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Beliau
adalah penulis kitab Shahih Al-Bukhari yang sangat berharga dan telah
dinobatkan oleh para ulama ahli hadits sebagai kitab yang paling terjamin
kebenaran dan keabsahan isinya setelah Al-Quran Al-Karim.
NAMA, NASAB DAN PERTUMBUHAN BELIAU
Beliau adalah
Abu Abdillah Muhammad bin Isma'il bin Ibrahim bin Al-Mughirah bin Bardizbah
Al-Ju'fi Al-Bukhari. Kakek beliau yang bernama Bardizbah adalah seorang Majusi.
Sedangkan Al-Mughirah bin Bardizbah masuk Islam di tangan Yaman bin Ja'far Al-Ju'fi,
Gubernur kota Bukhara pada masa itu.
Adapun ayah
beliau yang bernama Isma'il bin Ibrahim rahimahullah merupakan salah
seorang imam ahli hadits yang meriwayatkan hadits dari Imam Malik bin Anas,
Hammad bin Zaid, dll. Ia pernah berkata sebelum wafatnya, "Saya tidak
mengetahui ada satu dinar saja dari hartaku yang haram, tidak pula satu dirham."
Adapun ibu
beliau, dia adalah seorang wanita solehah lagi ahli ibadah. Imam Al-Lalika'i
meriwayatkan dalam kitabnya Syarhus Sunnah bahwa dahulu Imam
Al-Bukhari pernah mengalami kebutaan pada masa kecilnya, lalu pada suatu malam
Ibu Imam Al-Bukhari melihat Nabi Ibrahim 'alaihissalam berkata
kepadanya, "Wahai kamu! Allah telah mengembalikan penglihatan anakmu
karena banyaknya doamu (kepada Allah)." Hingga pada pagi harinya Allah ta'ala
sungguh telah mengembalikan penglihatan Imam Al-Bukhari. Allahu Akbar.
Buah jatuh tak
jauh dari pohonnya. Begitulah Imam Al-Bukhari tumbuh dalam keluarga yang penuh
dengan ilmu, iman dan kesalehan yang itu semua memiliki pengaruh yang sangat
besar dalam perjalanan hidup beliau di masa mendatang.
Imam Al-Bukhari
lahir di kota Bukhara, sebuah kota di kawasan Khurasan (Negara Uzbekistan
sekarang) bertepatan pada hari Jumat, 13 Syawwal 194 H.
PERJALANAN MENUNTUT ILMU
Imam Al-Bukhari rahimahullah
telah memulai menuntut ilmu dan melakukan perjalanan untuk hal itu sejak beliau masih kanak-kanak. Beliau
bercerita, "Saya diberikan ilham untuk menghapal hadits ketika saya masih
berada di Kuttab (setingkat madrasah ibtida'iyah), ketika itu saya masih
berusia 10 atau 11 tahun. Kemudian saya keluar dari Kuttab dan mulai
menghadiri majelis Ad-Dakhili (guru beliau) dan lainnya.
Suatu hari dia (Ad-Dakhili)
berkata ketika membacakan (hadits) kepada murid-muridnya, 'Sufyan dari Abu
Az-Zubair dari Ibrahim'. lalu saya berkata, ' Wahai Abu Fulan! Sesungguhnya Abu
Az-Zubair tidaklah meriwayatkan dari Ibrahim'.
Lalu dia
menghardikku, lantas saya katakan kepadanya, 'Lihat kembali (kitab) asalnya
jika anda punya!' Lalu ia masuk dan melihat ke kitab asal kemudian keluar dan
berkata, 'Bagaimana yang benar Wahai Anak kecil?' saya berkata, 'Yang benar
adalah Az-Zubair bin Ady dari Ibrahim'. Lalu ia mengambil pena dariku dan
membenarkan bukunya lalu berkata, 'Kamu benar'.”
Imam Al-Bukhari
ketika itu masih berusia 11 tahun, yang menunjukkan akan kecerdasan, kekuatan hapalan
dan pehaman beliau yang sangat mengesankan.
Kemudian bersama
ibu dan kakaknya beliau melakukan perjalanan ke Tanah Suci dalam rangka
melaksanakan ibadah haji. Ketika mereka telah menyelesaikan manasik,
pulanglah ibu dan kakak beliau ke Bukhara sedangkan beliau tetap tinggal di
Makkah untuk menuntut ilmu.
Melakukan perjalanan
atau rihlah untuk menuntut ilmu merupakan adat para ulama salaf untuk
mencari dan meneliti hadits-hadits Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
dari para ulama Ahli Hadits. Mereka telah mencurahkan tenaga dan biaya yang
tidak sedikit untuk melakukan perjalanan ini dalam rangka mengharapkan pahala
dan ridha Allah subhanahu wa ta'ala. Bahkan banyak diantara mereka telah
berjalan beribu-ribu mil dengan berjalan kaki karena keterbatasan bekal yang
mereka miliki. Subhanallah…
Demikian pula
dengan Imam Al-Bukhari rahimahullah. Sejak menunaikan ibadah haji
bersama keluarganya, beliau memilih untuk tetap tinggal di kota Makkah untuk
memulai perjalanan baru dalam mencari ilmu. Dan ketika itu usia beliau adalah
16 tahun.
Di usia yang
masih sangat muda seperti itu, dimana kebanyakan orang masih disibukkan dengan
hal-hal yang sia-sia dan senda gurau, Imam Al-Bukhari rahimahullah dalam
keterasingannya di negeri orang telah memulai perjalanan ke seluruh penjuru
negeri islam untuk bertemu dengan para ulama pembawa hadits-hadits Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam dan mengambil ilmu dari mereka.
Diantara
kota-kota yang beliau kunjungi adalah: Makkah, Madinah, Bashrah, Kufah,
Baghdad, Syam, Mesir, Jazirah 'Arab, Khurasan dan kota-kota di sekitarnya
seperti Maru, Balkh, Harah, Samarqand dll.
Demikianlah
perjalanan panjang dan juga melelahkan yang telah dilakoni oleh Imam Al-Bukhari
rahimahullah selama menuntut ilmu, sehingga tidaklah aneh jika beliau
telah berguru dengan lebih dari 1000 ulama di seluruh pelosok negeri islam
ketika itu.
Bersambung insya Allah.
Referensi:
-
Siyar A'lamin Nubala', karya Imam
Adz-Dzahabi
-
Min A'lamis
Salaf, karya Syaikh Ahmad Farid
-
Tarjamatul Imam
Al-Bukhari, oleh penulis
0 komentar:
Posting Komentar