Mengenal Nabi Lebih Dekat

05 Desember 2017

Keluar Kamar Mandi Kok Minta Ampun?


Salah satu doa yang Nabi -shalallahu 'alaihi wa sallam- ajarkan kepada ummatnya tatkala keluar dari kakus adalah "gufronak," atau yg berarti : "Aku memohon ampunanmu."

Tentu melihat ini, akan terlintas pertanyaan di benak kita, "habis (maaf) buang air kok meminta ampun?" Ternyata jawabannya sudah tertuang di pelbagai literatur ulama, diantaranya:

17 November 2017

22 Maret 2015

WARISAN BERHARGA NABI IBRAHIM



Pada awalnya, Makkah hanyalah sebuah hamparan kosong. Sejauh mata memandang hanya terdapat pasir di tengah terik yang menyengat.
Orang yang pertama kali meninggalinya adalah Hajar istri Nabi Ibrahim ‘alaihissalaam yang dinikahi oleh Nabi Ibrahim setelah istri yang pertama, Sarah. Hajar awalnya adalah hadiah dari Raja Mesir pada waktu itu yang diberikan kepada Sarah untuk melayaninya.[1] Namun ketika Sarah menginjak usia menophause dan Nabi Ibrahim mulai beruban sedangkan mereka belum memiliki keturunan, Sarah menghadiahkan Hajar kepada Ibrahim agar menikahinya dengan harapan Allah akan memberikan keturunan yang sholeh.
Beberapa waktu kemudian lahirlah Isma’il dari rahim Hajar, yang pada akhirnya menimbulkan kecemburuan pada diri Sarah, yang baru akan melahirkan Nabi Ishaq empat belas tahun kemudian.[2] Untuk menghindari kecemburan Sarah, Nabi Ibrahim membawa Hajar dan Isma’il menuju Makkah dan meninggalkan mereka dibawah sebuah pohon besar di sekitar tempat Zamzam keluar, serta beberapa perbekalan untuk mereka berdua, dan tak ada seorangpun di Makkah pada waktu itu.[3] Kemudian Ibrahim kembali menuju negeri Syam dan meninggalkan anak dan istrinya pada penjagaan Allah ‘azza wa jalla.
Tak lama kemudian habislah perbekalan mereka, lalu Allah menganugrahi mereka air Zamzam melalui melaikat Jibril setelah sang ibunda berusaha mencari makanan namun tidak menghasilkan apapun.
Beberapa waktu setelah mereka mendapatkan nikmat berupa Zamzam, datanglah kabilah Jurhum dari Yaman untuk tinggal berdampingan bersama Isma’il dan sang ibunda. Tumbuhlah Isma’il ‘alaihissalaam bersama kabilah Jurhum dan mempelajari bahasa Arab yang fasih dari mereka. Kemudian Isma’il ‘alaihissalaam menikahi wanita dari ‘Amaliq, namun sang ayah memerintahkannya untuk menceraikannya ketika berkunjung ke Makkah, kemudian menikahi wanita dari kabilah Jurhum yang bernama Sayyidah binti Madhadh bin ‘Amr Al Jurhumy.
Pembangunan Ka’bah
Pada kunjungan Nabi Ibrahim ‘alaihissalam berikutnya, beliau mengajak anaknya Isma’il untuk menjalankan salah satu perintah Allah ‘azza wa jalla yaitu untuk membangun ka’bah di sekitar Zamzam. Kemudian Ibrahim mulai membangunnya sedangkan Isma’il membantunya dengan memberikannya batu batuan untuk membangunnya, ketika bangunan mulai meninnggi, Ibrahim mengambil sebuah batu[4] dan berdiri di atasnya untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut. Mereka menyelesaikan bangunan tersebut seraya berkata:

رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا ۖ إِنَّكَ أَنتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

"Ya Tuhan kami terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui". (QS. Al Baqoroh: 127) [5]


Setelah ka’bah selesai dibangun Allah memerintahkan nabi-Nya untuk menyeru manusia agar melaksanakan haji.
وَأَذِّن فِي النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوكَ رِجَالًا وَعَلَىٰ كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِينَ مِن كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ
“Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh” (QS. Al Hajj: 27)
Itu adalah pertama kalinya disyariatkan haji ke Baitullah sampai ditetapkan oleh syariat Nabi Muhammad sebagai rukun Islam kelima.
Banyak riwayat menyebutkan bahwa pembangunan Ka’bah selesai pada abad 19 sebelum masehi.[6]
Kepengurusan Ka’bah
Pengurusan Ka’bah meliputi perawatan dan perbaikannya apabila rusak, pembersihannya serta segala macam yang berkaitan dengan kemaslahatan Ka’bah.
Berikut sejarah Kepengurusan Ka’bah sejak didirikan::
1. Isma’il ‘alaihissalam dan anaknya Nabit bin Isma’il

Sejak didirikan oleh Nabi Ibrahim kepengurusan ka’bah diserahkan kepada anaknya Isma’il hingga akhir hayatnya, lalu diteruskan oleh anaknya Nabit hingga meninggalnya, kemudian berpindah ke kabilah Jurhum


2. Kabilah Jurhum

Sepeninggal Nabit kepengurusan Ka’bah berpindah ke kabilah Jurhum, yang diawali oleh Madhodh bin ‘Amr Al Jurhumy, kakek Nabit dari ibunya, dan keturunan Isma’il pun bergabung dibawah kepemimpinannya. Pada masa kepengurusan kabilah Jurhum, Ka’bah tidak terjaga kesuciannya dan tersebar padanya kerusakan dan kedzoliman. Disebutkan bahwa pada masa ‘Amru bin Harits Al Jurhumy pula harta harta ka’bah yang dihadiahkan kaum Arab kepadanya saat berhaji hilang dan terkubur bersama sumur Zamzam. Keengganan mereka menjaga kesucian Ka’bah membuat Khuza’ah dan sekutunya memeranginya dan mengusirnya dari Makkah.[7]

3. Kabilah Khuza’ah

Sama seperti Jurhum, kabilah Khuza’ah juga berasal dari Yaman, mereka adalah keturunan ‘Amr bin ‘Amir yang meninggalkan Yaman ketika terjadi banjir besar. Mereka datang ke Makkah dan hidup berdampingan dengan Jurhum lalu pada akhirnya berhasil merebut kekuasaaan Ka’bah. Pemimpin pertama mereka adalah ‘Amr bin Luhay Al Khuza’iy, yang pergi menuju negeri Syam untuk berobat dan mendapati penduduknya menyembah berhala yang membuatnya kagum, yang akhirnya membawa beberapa berhala ke hadapan Ka’bah dan menambah ibadah ibadah baru. Kepemimpinan Khuza’ah berlangsung selama tiga sampai lima abad.

4.Kabilah Quraisy
Kaum Quraysy adalah keturunan Isma’il bin Ibrahim dari Kinanah dan tersebar hingga Syam dan Iraq pada masa kepemimpinan Khuza’ah, sampai tiba masa Qushay bin Kilaab, kakek Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang keempat, yang tumbuh di kabilah Qudho’ah di negeri Syam. Qushay datang ke Makkah dan menikahi anak perempuan pemimpin terakhir Khuza’ah Hulail bin Habasyiyah Al Khuza’iy, yang setelah meninggal kepemimpinan ka’bah berpindah kepada Qushay bin Kilab, yang merupakan keturunan Nabi Isma’il ‘alaihissalaam. Qushay mengumpulkan kabilah Quraisy dan menempatkannya di sekitar Ka’bah dan membagi tugas tugas mereka untuk mengurus dan melayani para tamu-tamu Baitullah. Setelah meninggal kekuasaan mengurus ka’bah diserahkan ke anaknya yang pertama yaitu ‘Abdud Daar, hal itu berlangsung sampai zaman keislaman bahkan hingga saat ini.

Catatan Kaki: 
[1] HR. Bukhari: 3358
[2] Al Bidaayah wan Nihaayah: 1/447
[3] Fathul Baari: 6/401 dalam penjelasan hadits nomor 3364
[4]Batu ini yang disebut Maqaam Ibrahim yang saat ini masih ada beberap meter dari Ka’bah.
[5] Diringkas dari hadits riwayat Bukhari no. 3364 dan 3365
[6] As Siiroh An Nabawiyyah: 40
[7] Al Bidaayah wan Nihaayah: 3/180

Referensi:
  • Al Bidaayah wan Nihaayah karangan Ibnu Katsir
  • Fathul Baari karangan Ibnu Hajar Al Asqalani
  • As Siiroh An Nabawiyyah karangan Prof. Dr. Mahdi Rizqullah

    Khalid Abdurrahman, Mahasiswa Semester 5 Universitas Islam MAdinah

    Arsip

    Follow us on

    Copyright © Jejak Nabi | Powered by Blogger

    Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com